Jakarta – Pemerhati intelijen Sri Radjasa MBA menyoroti ancaman besar terhadap kredibilitas perbankan nasional di tengah program penguatan perbankan yang sedang digagas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Mulai September 2025, pemerintah berencana memindahkan dana sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke bank-bank umum. Kebijakan ini bertujuan menambah likuiditas, memperluas penyaluran kredit, dan menjaga daya dorong ekonomi di tengah perlambatan pertumbuhan.
Namun, menurut Sri Radjasa, upaya strategis ini justru berada dalam bayang-bayang praktik mafia perbankan yang menyeret nama PT Bank UOB Indonesia.
“Kasus yang menimpa UOB adalah alarm keras. Bagaimana mungkin dana triliunan rupiah digelontorkan ke bank-bank umum, sementara ada bank yang justru terlibat dalam praktik kejahatan terorganisasi?” tegas Sri Radjasa di Jakarta, Minggu (14/9/2025)
Kasus yang dimaksud adalah dugaan penggelapan dokumen SHGB No. 81 milik nasabah.
Dalam kasus itu, PT Bank UOB Indonesia diduga bersekongkol dengan oknum pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang serta hakim dalam putusan Nomor 754/Pdt-G/2023/PN JKT PST dan putusan banding Nomor 1231/PDT/2024/PT DKI.
“Praktik mafia perbankan ini bukan sekadar penyimpangan biasa. Ada indikasi keterlibatan sistematis mulai dari bank, pejabat pertanahan, hingga aparat pengadilan. Itu artinya, mafia perbankan di Indonesia sudah menjelma kejahatan terorganisasi,” tambah Sri Radjasa.
Selain dugaan penggelapan, kasus ini juga mencakup pemalsuan surat dan akta otentik notaris, serta pemberian keterangan palsu di muka sidang pengadilan.
Menurut Sri Radjasa, kasus tersebut tidak hanya merugikan nasabah, tetapi juga menggerogoti kepercayaan publik terhadap industri perbankan.
Kelemahan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebut memperburuk keadaan. “OJK seolah kehilangan taring dalam mengawasi praktik curang bank. Jika hal ini terus dibiarkan, maka kebijakan Menkeu mengucurkan Rp200 triliun ke bank-bank umum justru berisiko memperbesar ruang bagi mafia perbankan,” ujarnya.
Sri Radjasa menekankan, kepercayaan publik adalah fondasi perbankan. “Sekali trust publik hancur, program sebesar apapun akan gagal. Kasus UOB harus jadi peringatan serius, jangan sampai dana rakyat justru jadi bancakan mafia perbankan,” tutupnya. (Rilis)