Aceh Jaya – Danau Laot Bhee, yang terletak di Desa Gunong Buloh, Kecamatan Panga, dulunya menjadi destinasi wisata alami yang menyimpan keindahan dan ketenangan khas alam Aceh.
Namun kini, keindahan itu tinggal kenangan. Danau yang menjadi kebanggaan masyarakat lokal itu mengalami kerusakan parah setelah dilakukan pembersihan besar-besaran terhadap pepohonan yang ada di sekelilingnya.
Pembersihan tersebut dilakukan dengan menggunakan alat berat excavator, yang diduga sebagai langkah awal untuk alih fungsi kawasan danau menjadi kebun. Aksi ini menimbulkan kekhawatiran luas, bukan hanya di kalangan warga, tapi juga para pemangku kebijakan.
Salah satu yang angkat bicara adalah anggota DPRK Aceh Jaya, Ir. Fauzi Yahya. Ia menyebut bahwa tindakan yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab ini telah melanggar Qanun Aceh Jaya Nomor 1 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
“Ini bukan hanya soal pelanggaran tata ruang, tapi juga melanggar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” tegas Fauzi Yahya.
Ia juga menyoroti bahwa aksi ini tidak hanya berkaitan dengan penyerobotan lahan, tetapi telah menyebabkan kerusakan pada kawasan lembung air, yang merupakan bagian penting dari ekosistem sekitar danau.
Izin dari Luar Desa ?
Dalam keterangannya, Pj. Keuchik Desa Gunong Buloh, Muhammad, menyebutkan bahwa izin pekerjaan tersebut bukan berasal dari pihaknya, melainkan dari Desa Semira, Kecamatan Teunom.
Pernyataan ini menimbulkan tanda tanya besar. Apakah pihak dari luar desa memang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin terhadap lahan yang berada di wilayah administratif desa lain?
Ketua YARA (Yayasan Advokasi Rakyat Aceh) Aceh Jaya, Sahpura turut menanggapi hal ini. Ia mempertanyakan keabsahan izin tersebut.
“Jika benar izin keluar dari Gampong Semira, maka harus dijelaskan apakah kewenangannya sah, sesuai prosedur, dan melibatkan instansi yang berwenang. Jika tidak, patut diduga adanya penyalahgunaan wewenang, bahkan praktik transaksional ilegal,” ujar Sahputra
Masyarakat Menanti Keadilan
Kerusakan pada Danau Laot Bhe bukan hanya meninggalkan luka ekologis, tetapi juga luka sosial. Masyarakat kini kecewa dan merasa kehilangan satu-satunya tempat wisata alami yang dulunya menjadi tempat rekreasi keluarga, pemuda, dan pelancong lokal.
Kini, masyarakat hanya bisa berharap agar penegak hukum segera turun tangan dan mengusut tuntas kasus ini.
Mereka menanti keadilan, bukan hanya untuk masa depan lingkungan, tetapi juga demi anak cucu mereka, agar Danau Laot Bhe tidak hanya menjadi cerita kelam dari masa lalu.
“Dulu danau itu jadi tempat keindahan, tempat kami istirahat di akhir pekan. Sekarang semua rata, hancur,” ujar salah satu warga setempat, Minal Khairi. Rabu (20/8/2025)
Ianya menyampaikan rasa prihatinnya terhadap kondisi tersebut. Ia menilai, tindakan penebangan pohon di sekitar danau tidak hanya merusak keasrian alam, tetapi juga mengancam kelestarian ekosistem Danau Laot Bhe yang selama ini menjadi daya tarik wisata alam di Kecamatan Panga.
“Kalau dibiarkan, bukan hanya lingkungan yang rusak, tapi juga akan menghilangkan potensi wisata desa kami,” ujar Khairi
Danau Laot Bhe sendiri dikenal sebagai salah satu destinasi wisata unggulan di Panga dengan panorama alam yang masih asri.
Sebelumnya ada Banyak pengunjung datang untuk menikmati ketenangan dan keindahan danau yang dikelilingi pepohonan.
“Kami berharap pemerintah daerah dan Penegak Hukum segera turun tangan untuk menghentikan aktivitas pengerjaan itu demi menjaga kelestarian Danau Laot Bhe sebagai aset wisata alam,” tutup Kahiri. (*)