Banda Aceh, Bahaba.net- Ketua Pengurus Wilayah Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (PW LDNU) Provinsi Aceh, H Salman MPd mengatakan lembaga yang dipimpinnya bertaggungjawab menyampaikan dan melestarikan pemahaman agama berbasis ahlusunnah wal jamaah.
“Inilah yang diemban dan konsisten diperjuangkan oleh Nahdlatul Ulama (NU),” jelasnya saat membuka acara Pembinaan Pemuda sebagai Kader Dakwah pas Era Digital dengan tema “Kader Dakwah yang Berjiwa Muda, Adaptif, Inovatif, dan Kolaboratif”, yang dilaksanakan PW LDNU Aceh, Pergunu Banda Aceh, dan Kankemenag Kota Banda Aceh, di Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh, Selasa, 30 September 2025.
H Salman menyebutkan salah satu elemen dan tantangan zaman adalah pendakwah. Dahulu dakwah bukan sebuah profesi, melainkan tanggungjawab moral setiap umat Islam. Coba telusuri masuknya Islam ke Aceh, bukan karena profesi dai, tapi Islam disebarkan oleh para pedagang yang cinta terhadap Islam.
“Dalam dakwah, orang akan melihat karakter dan integritas pendakwah. Maka dai bertangungjawab terhadap amalan masyarakat di mana tempat ia berdakwah,” ujar Salman yang juga Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Banda Aceh ini.
Terkait konsep adaptif, tegasnya, sepatutnya dai tidak mencari hal-hal kontroversi dengan penduduk setempat. Ketika berdakwah di lingkungan berbeda, jangan langsung menolak kearifan lokal. Sebaliknya, silakan beradaptasi sesuai konteks budaya lokal selama tidak menyimpang dengan Islam.
“Kita semestinya hadir dalam masyarakat dan berdakwah dengan nasihat baik dan bijak,” katanya dalam momen yang dihadiri Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kankemenag Banda Aceh, Dr H Akhyar MAg, Kasi Pendidikan Agama Islam Kankemenag Banda Aceh, H Jamaluddin dan akademisi Universitas Serambi Mekkah.
Ia berharap peserta mampu menangkap tiga konsep yang diusung dalam seminar, yaitu adaptif, inovatif, dan kolaboratif. Namun, meskipun sudah eksis berdakwah sesuai tuntunan, tapi harus yakin bahwa yang mengubah mereka adalah Allah dan ini selaras dengan pesan Al-Qur’an.
Menurutnya, orang yang tidak berdakwah karena alasan ilmu, maka dakwah tidak bisa berjalan maksimal karena minimnya jumlah dai dan banyak jumlah umat. Jadi seluruh elemen wajib berdakwah sesuai kapasitas keilmuan. Misal, jika hanya mampu berdakwah karena baru tamat belajar kitab Masailal Muhtadi, maka lakukan itu. Kalau menunggu harus tamat semisal kitab Zadul Ma’ad atau kitab pling tinggi yang diajarkan di dayah, tentu akan terjadi kekosongan waktu yang panjang tanpa pendakwah.
“Bayangkan betapa terabaikan umat tanpa pendakwah,” katanya.
Dalam berdakwah, tegas H Salman, komunikasi harus selalu inovatif, tidak hanya terbiasa dengan bahasa lama. Kadang ada orang tidak suka mendengar ceramah yang bertele-tele, maka ubah dengan bahasa serta inovasi komunikasi.
Sementara terkait kolaboratif, kata Ketua PW LDNU Aceh, amat penting dilakukan agar umat betah dengan konsep perpaduan dakwah kekinian. Karenanya, kami membuka ruang bagi siapa pun agar bisa bergabung dalam barisan LDNU Aceh demi misi dakwah. Apa pun bekal materi hari ini maka anggap itu materi dari NU yang akan jadi materi dakwah nantinya. Sekarang memang tidak lansung berdampak, tapi suatu saat akan ada manfaat dari kegiatan hari ini.
“Wajar bila belum berdampak, karena semua butuh proses. Kita tidak boleh mendadak menjadi dai dan imam. Namun lalui prosesnya. Bekali diri dengan ilmu, suatu saat akan berdakwah di tempat yang Allah kehendaki. Jangan berpikir belajar di sini lalu akan menjadi dai di Aceh, bisa jadi di tempat lain, bahkan di luar negeri,” sebutnya.
Mari jadikan kegiatan ini sebagai momen meningkatkan diri menjadi calon dai yang adaptif, inovatif, dan kolaboratif. Teladani cara dai masa lalu menyerbakan Islam. Insyallah akan Allah berikan keberkahan.
Ketua panitia, Amiruddin mengatakan kegiatan tersebut didukung penuh oleh Kankemenag Kota Banda Aceh. Terima kasih atas partisipasi dan kolaborasi semua semua pihak.
Pemateri yang dihadirkan Sekretaris PW LDNU Aceh, Dr Furqan MA, perwakilan PWNU Aceh, Tgk Rusli Daud MA, dan BSI Regional Aceh, Erry Dianto ME.