Bandung – Lebih dari 10 bulan kepemimpinan Bupati Safwandi dan Wakil Bupati Muslem D, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya melakukan penataan besar melalui Perubahan Ketiga Qanun Susunan Perangkat Daerah.
Perubahan struktur SKPK ini merupakan langkah strategis yang tentu akan berdampak pada arah pembangunan daerah ke depan. Namun, di tengah upaya reformasi tersebut, muncul pertanyaan mendasar:
Apakah perubahan ini benar-benar untuk rakyat atau justru sekadar rotasi jabatan.
Pertanyaan itu ditegaskan oleh Kasmalinda, S.Pd.I., M.Pd., politisi perempuan Aceh Jaya yang menjabat sebagai Sekretaris DPC Gerindra Aceh Jaya dan Mahasiswa Doktor Administrasi Pendidikan UPI Bandung. Kasmalinda, S.Pd.I., M.Pd. Kamis (30/10/2025)
Ia juga bagian dari koalisi pengusung Safwandi–Muslem pada Pilkada lalu.
“Kalau hanya struktur yang berubah, tetapi kualitas layanan pendidikan, kesehatan, ekonomi rakyat, dan PAD Aceh Jaya tetap stagnan—itu bukan reformasi, itu hanya renovasi papan nama,” ujarnya.
Sebagai akademisi yang mendalami kepemimpinan strategis, Kasmalinda meminta reformasi birokrasi harus berpihak pada hasil yang nyata bagi rakyat, bukan hanya perubahan nomenklatur dan penempatan jabatan.
“Jika birokrasi hanya menjadi mesin jabatan, rakyat akan tetap jadi penonton. Aceh Jaya harus Bangkit Bersama, atau kita tidak bangkit sama sekali.” ucapnya
Ia menekankan dukungan yang kritis dan bertanggung jawab sebagai bagian dari pihak pengusung
“Saya tidak hanya ingin melihat nama-nama dinas berganti. Yang rakyat tunggu adalah sekolah yang lebih baik, guru yang lebih kompeten, layanan kesehatan yang merata, dan pemerintahan yang bekerja untuk kesejahteraan masyarakat.”cetusnya
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa reformasi birokrasi harus menjadi alat untuk mewujudkan janji-janji politik, bukan menjadi justifikasi pembengkakan anggaran yang malah berujung menjadi beban publik.
Menurutnya, perubahan struktur tanpa memperkuat kapabilitas dan budaya organisasi akan gagal menciptakan transformasi nyata.
Kritik yang ia suarakan bukanlah bentuk perlawanan politik, melainkan komitmen menjaga amanah rakyat.
Kasmalinda menegaskan bahwa kepemimpinan Safwandi–Muslem memikul harapan besar rakyat Aceh Jaya, terutama dalam menghadirkan pemerintahan yang bekerja cepat, tepat, dan berpihak kepada masyarakat kecil.
Baginya, perubahan birokrasi harus menjadi mesin penggerak kesejahteraan, bukan sekadar perubahan struktur organisasi.
“Saya berharap reformasi birokrasi di Aceh Jaya menjadi energi baru bagi pelayanan pendidikan yang berkualitas, kesehatan yang mudah dijangkau, serta kebijakan ekonomi yang benar-benar menggerakkan pasar rakyat dan membuka lapangan kerja.”tambahnya
Jadi, Reformasi birokrasi baru dapat disebut berhasil bila rakyat merasakan perubahan yang berdampak positif. Tanpa itu, semua hanya akan menjadi suara yang hilang di atas meja rapat.” tutup Kasmalinda. (*)

